Wednesday 7 January 2009

BERDAGANG ASONGAN HARAPKAN RUPIAH DARI PENGUNJUNG BALI

Pedagang asongan banyak ditemui di terminal, stasiun kereta api, dan pelabuhan. Mereka menjajakan barang dagangannya pada penumpang yang sedang menunggu kereta api tiba, kapal bersandar, dan menanti kedatangan bus sesuai tujuan.

Pelabuhan Indonesia Ferry cabang Ketapang, Banyuwangi, Jatim juga banyak digunakan para pedagang asongan untuk menjual barang kepada calon penumpang kapal yang akan membawa mereka ke pelabuhan Indonesia Ferry Gilimanuk, Jembrana, Bali. Penumpang di pelabuhan akan menjadi sasaran pedagang kaca mata, tape, koran, air minum, tahu goreng, dan nasi bungkus.

Saat libur pergantian tahun, pelabuhan Ketapang menjadi ramai. Banyak mobil pribadi dengan plat nomor B, L, dan N memadati areal parkir tempat menunggu penumpang dari pelabuhan Gilimanuk keluar semua. Serta bus antar provinsi dan antar pulau ikut antri menanti kapal tiba bersandar.

Samsul (24) satu diantara pedagang kaca mata mengatakan, sudah 11 tahun lebih berjualan di pelabuhan Ketapang. Setiap harinya dia berjualan mulai jam 07.00 WIB hingga jam 15.00 WIB. Jumlah pedagang kaca mata yang aktif berdagang sebanyak 17 orang. "Kalau malam hari pedagang kaca mata tambah banyak jumlahnya," katanya.

Mereka menjual kaca mata pada penumpang yang akan berlibur di Bali. Liburan di Bali tidak lengkap rasanya bila tidak berlibur di pantai. Kaca mata menjadi benda wajib yang dipakai saat berjemur di pantai yang ada di Bali.

"Kalau musim libur sehari bisa dapat Rp90 ribu. Kaca mata yang laku saat liburan sebanyak 20 biji. Kaca mata dijual mulai Rp10 ribu hingga Rp17.500,00. Sedangkan hari biasa hanya dapat Rp20 ribu," katanya saat ditemui sedang beristirahat di bawah rindangnya pohon.

Kaca mata yang dijual diantaranya kaca mata anak-anak, baca, dan penghalau sinar mentari saat berjemur di pantai. Samsul menambahkan, ada seorang bos yang menyediakan kaca mata dalam jumlah banyak. Para penjual kaca mata keliling bisa membeli pada bos yang rumahnya di Ketapang.

Sedangkan Syaifudin memilih menjual nasi keliling membawa sepeda sejak 2005. "Awalnya kerja percetakan di Karawang. Akibat krisis moneter sebabkan usaha percetakannya gulung tikar. Akhirnya dia pulang ke rumah mertuanya yang ada di Banyuwangi. Menanam semangka di lahan milik mertua tapi sering merugi. Setelah itu ada ajakan dari teman untuk berdagang nasi bungkus keliling di Ketapang," katanya.

Nasi bungkus yang dia jual termasuk murah. Seporsi nasi bungkus dijual Rp3.500,00. Untuk penumpang mobil pribadi diberi harga Rp4 ribu per porsi. Sedangkan teman asongan bisa membeli nasi bungkus Rp3 ribu. "Ya dibedakan harganya. Kita kan sama-sama tahu berapa pendapatan penjual asongan dan penumpang mobil pribadi," terangnya.

Syaifudin membawa rantang kecil berisi sayur. "Tiap hari sayurnya berubah. Kadang sayur nangka, lodeh, dan sup. Pembeli dipersilahkan mengambil sendiri sayur. Serta mendapatkan air minum, dan tiga kerupuk kecil," katanya.

Kalau musim liburan ke pulau Bali ramai, Syaifudin mampu menjual 100 nasi bungkus. Sedangkan saat sepi hanya membawa 40 bungkus. "Uang hasil menjual nasi bungkus keliling untuk membiayai anak keduanya yang bersekolah di pelayaran di Surabaya. Semua nasi, lauk, dan sayur dimasak istri sendiri," katanya sambil menyulut rokok.

Kedua pedagang asongan ini setiap memasuki areal pelabuhan Indonesia Ferry Ketapang membayar Rp1.500. Mereka juga harus mendaftar menjadi anggota pedagang asongan sebesar Rp20 ribu. Serta membayar uang pengganti rompi sebesar Rp20 ribu.

Manajer Operasi pelabuhan Indonesia Ferry Ketapang Saharudin Koto mengatakan, pedagang asongan tidak dilarang berjualan asalkan tidak mengetok kaca mobil, membuang sampah sembarangan, dan memasuki daerah C yang terlarang untuk kegiatan jual beli karena dapat mengganggu kendaraan yang keluar masuk kapal.***7***(T.PWP49)

No comments: