Tuesday 30 December 2008

PASANG BALIHO, CALEG DEMOKRAT BERPOSE BARENG OBAMA

Banyak cara dilakukan calon legislatif merebut suara pemilih. Mulai dari membagikan kaos bergambar caleg, nama partai, nomor urut, dan memasang baliho di tempat strategis. Satu diantara caleg yang bisa dibilang kreatif dalam berkampanye adalah Gatot Adi Wibowo, caleg Partai Demokrat DPRD Situbondo daerah pemilihan (dapil) I Situbondo dan Panji.

Bambang harus bisa merebut suara sebanyak-banyaknya dari sekitar 3000 pemilih Dapil I. Pasalnya, partai Demokrat menggunakan sistem suara terbanyak yang menjadi anggota dewan. Bukan gunakan nomor urut kecil walau suara sedikit yang akan maju.

Pria yang tinggal di jalan Basuki Rahmad 553 Panji, Situbondo, Jatim awalnya tidak tertarik mendaftar jadi caleg. Setelah didesak banyak teman, baru dia mau mendaftar. Bambang baru mendaftar di hari terkahir pendaftaran Senin (8/8).

Masyarakat sekitar menyebut dirinya dengan nama Bambang. Sehingga nama Bambang lebih dikenal daripada nama aslinya. Alumnus Antropolgi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini, sama seperti caleg lain yang membuat baliho sebagai saran kampanye.

Beberapa caleg dari partai Demokrat biasanya menampilkan foto Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Megawati dan Soekarno sering menghiasi baliho caleg dari PDIP. Gus Dur "nebeng" (ikut) dalam poster yang dibuat caleg PKB. Serta ada baliho yang menampilkan kegiatan caleg yang peduli dengan nasib petani dan siswa miskin.

Sedangkan Bambang mencoba berbeda dengan cara caleg lain yang menampilkan wajah orang berpengaruh dari setiap partai. Pria kelahiran Situbondo ini merekayasa foto dalam baliho, karena dirinya berpose bersama Barack Hussein Obama presiden terpilih Amerika Serikat.

Bambang akan berkampanye menggunakan blog. "Sayang, blog pribadi masih dalam proses perbaikan. Nanti akan saya sampaikan pada masyarakat bila siap diakses. Kan Obama gunakan internet sebagai media kampanye yang ampuh, makanya saya ingin tiru," tuturnya.

Obama pernah tinggal di Indonesia selama 3,5 tahun. Masih ada ikatan emosial dari rakyat Indonesia menjelang Pemilihan Presiden AS. Tentu sebelum dan sesudah pilpres, media memuat kisah hidupnya, bagaimana peluangnya, dan apa yang diharapkan bila Obama terpilih.

Bambang membuat tiga selebaran yang memuat dua foto yang seolah-olah dirinya saling bersandar dengan presiden AS asal partai Demokrat itu. Selebaran pertama ada foto kedua politisi yang sama-sama dari partai Demokrat ini sedang menelepon.

Dalam selebaran itu, "Obama" meminta Bambang melakukan kampanye secara cerdas, tidak melakukan pembagian uang (money politic) dan sembako, dan ajakan memilih caleg Demokrat nomor urut 10.

"Obama" dalam selebaran sedang "menelepon" mengenakan kemeja polos warna biru muda. Sedangkan pria yang menekuni dunia fotografi ini memakai kemeja coklat motif kotak-kotak, memegangi HP, dan menunjukkan kamera kesayangannya.

Selebaran kedua, Bambang "memanfaatkan" kesamaan partai. Disitu ditulis, di Amerika partai Demokrat memunculkan Obama, dan terpilih (menjadi presiden) dengan spektakuler. Di Situbondo, Demokrat memunculkan caleg Gatot Adi Wibowo (alias Bambang) mudah-mudahan juga terpilih spektakuler.

Terakhir, Bambang membuat selebaran yang ukurannya lebih besar dari ukuran kartu nama. Masih memunculkan Bambang berpose saling bersandar dengan Obama. Namun ada tulisan "From zero to hero" dan baris nomor urut dan nama Gatot di urutan 10.

Mike Retno W, istri Bambang, menceritakan dirinya yang memotret Bambang yang kenakan jaket warna biru. "Sebetulnya agak malas diminta memfoto, masa diminta memfoto jam 12 malam, selasa (11/11). Karena sudah disiapkan kamera dan lampu tambahan, akhirnya saya bangun dari tidur dan memotret suami," tuturnya.

Ketika ditanya kenapa mendaftar tanggal 8 Agustus dan memotret Bambang pas 11 Nopember? Apa ada kaitannya dengan mitos tertentu? Mike langsung membantah kalau mendaftar dan memfoto suaminya dikaitkan dengan mitos dan keperayaan tertentu.

"Ini semua berkat 'ilham' mas Bambang yang ingin membuat baliho ada foto dirinya bersandar Obama," tambahnya.

Menurut Bambang, ide membuat foto bareng Obama datang dari tetangganya yang kebetulan main di bengkel las miliknya. "Saat itu saya sedang baca koran, kemudian ada tetangga yang bilang ada bayi yang baru dilahirkan diberi nama Obama. Nah dari situ, saya melihat sosok Obama begitu terkenal hingga ada bayi yang diberi nama Obama. Kemudian saya berencana membuat baliho foto bareng Obama," ujarnya
sambil menyulut rokok kretek.

Berapa biaya yang digunakan untuk membuat dua baliho besar, empat baliho ukuran 2x1 meter, dan ratusan selebaran? "Biaya yang dikeluarkan hanya untuk kayu baliho, karena baliho dan selebaran dibuatkan teman sendiri yang punya usaha foto studio di daerah Tanggul, Jember," tambahnya.

Bambang menambahkan, memasang baliho di dekat alun-alun Sabtu(15/11). "Sekitar jam 11 malam membawa baliho yang akan dipasang. Istri saya ikut pasang baliho dibantu beberapa teman. Kemudian hujan deras turun, pemasangan baliho selesai Minggu dini hari (16/11) sekitar pukul 01.30 WIB," lanjutnya.

Mike menambahkan, setelah memasang baliho ada pesanan dari seseorang minta dibuatkan foto pre wedding (sebelum pernikahan).

"Janjiannya jam 04.00 WIB. Kurang tidur saat bangun. Namun sudah janji sanggup memfoto, kami harus datang ke lokasi pengambilan gambar. Namun pengambilan foto harus diundur karena hujan turun dengan deras. Kami baru mengambil foto calon mempelai jam 06.00 WIB. Untung bisa istirahat sebentar," ujar ibu tiga putra ini.

Setelah baliho terpasang, banyak pesan pendek masuk ke HP Bambang. "Isinya banyak yang mengucapkan salut atas kreativitas Bambang buat baliho ada foto bareng Obama," ujar Mike.

Banyak pengendara yang membawa mobil plat B ketika melintas di depan Polsek Panji berhenti sebentar. Mereka kemudian turun dari mobil, memotret baliho Bambang menggunakan kamera HP, setelah itu senyum-senyum sendiri. Bambang juga memasang baliho di perempatan dekat alun-alun Situbondo. Baliho Bambang "bersaing" dengan caleg dari Hanura, PNBK, dan PDIP.

Senin (17/11) saat Chiquita Kharisma Putri (anak ketiga Bambang) datang di TK Al Irsyad situbondo, banyak teman-temanya yang meledek Chiquita anak Obama. "Anak saya yang paling kecil sempat marah dibilangin anak Obama. Setelah dijelaskan siapa Obama, baru anak-anak mengerti," cerita Mike.

Kini Bambang setiap memotret pesta pernikahan harus membawa kartu ukuran 7 cm x 5 cm yang ada tulisan "From zero to hero". "Suami saya tiba-tiba jadi selebritis. Bahkan ada masyarakat diluar Dapil I minta agar Bambang memasang poster di daerah mereka. Dimana-mana banyak yang minta kartu 'Obama'. Sehingga harus bawa banyak persediaan," kata Mike bangga.

Ketika ditanya apakah usaha di bidang fotografi akan ditinggal bila Bambang menjadi anggota dewan? "Saya tidak akan meninggalkan usaha ini. Andaikan terpilih ya tetap terima order foto. Kan kita tidak tahu pada Pemilihan Legislatif lima tahun lagi apakah akan terpilih lagi," tegasnya.

Saat ini Bambang melakukan terapi gigi pada dokter gigi langganannya. "Di baliho terlihat gigi saya rapi dan indah dilihat. Padahal sebagian gigi saya tanggal akibat kecelakaan beberapa waktu lalu. Mau pasang gigi palsu," katanya seraya menambahkan.

Sementara itu Ariwibowo pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) mengatakan, caleg harus pintar dalam berkampanye. "Tidak apa-apa pasang gambar Obama dalam baliho. Berarti apa yang dilakukan Bambang termasuk cerdas. Siapa yang tidak kenal Obama. Perlu kreativitas ketika sampaikan pesan kampanye. Bisa lewat cara apa saja yang penting tidak langgar undang-undang. Strategi kampanye gunakan internet termasuk murah, namun yang akses hanya orang yang kenal internet saja," katanya.***7***(T.PWP49)

Thursday 25 December 2008

POTRET BURAM NELAYAN MUNCAR

Selepas azan subuh berkumandang, hawa dingin menusuk tulang ketika memasuki wilayah Kecamatan Muncar, sekitar 35 Km dari kota Banyuwangi. Terlihat rombongan beberapa warga bersepeda pagi. Serta beberapa anak muda berjalan beriringan disisi jalan, Minggu pagi. Berolahraga mumpung hari masih pagi.

Perjalanan menuju Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Berak Muncar sempat terhenti sesaat. Akibat ada beberapa pedagang di depan pasar Muncar yang nekad menggelar barang dagangan hingga di jalan.

Ketika berada di TPI Berak Muncar, di dermaga penghasil ikan terbesar kedua di Indonesia penuh kapal bersandar. Jumlahnya kapal beraneka warna itu ratusan. Ratusan kapal yang bersandar sungguh indah dilihat dari kejauhan.

Beberapa ibu-ibu dan tukang manol (kuli angkut ikan dari kapal terus dibawa ke TPI) menanti kapal bermuatan ikan tiba merapat ke dermaga. Ternyata kapal pengangkut ikan masih belum tiba.

Mifta (24) datang ke dermaga untuk membeli ikan. Tidak untuk dijual lagi, tapi untuk dikonsumsi seluruh keluarga. "Mau beli ikan. Nggak banyak, paling sekitar 1-2 kilo ikan tongkol," jawab pria asal desa Blambangan Muncar ini.

Saat matahari mulai menyinari pantai dengan cahaya emas keperakan, terlihat sekitar 100 meter dari bibir pantai ada empat kapal yang berhenti. Tak jelas kapal yang tengah bersandar di tengah pantai itu membawa banyak tangkapan ikan atau malah sebaliknya.

Tak lama kemudian, kapal berukuran kecil yang sebelumnya bersandar di dekat dermaga mulai mendekati kapal yang penuh ikan di tengah pantai. Bisa disebut kapal ukuran kecil itu berperan sebagai "tukang ojek".

Kapal pencari ikan memlih bersandar di tengah pantai karena di bibir pantai penuh lumpur dan ceceran limbah pabrik. Sangat membahayakan nelayan bila mencari ikan di tengah laut, kapal menjadi bau dan licin. Makanya para nelayan dari dan akan melaut menaiki kapal yang lebih kecil untuk menuju daratan.

Para tukang manol sudah bersiap dengan memindahkan becaknya ke pinggir dermaga. Sebagaian dari mereka dengan berpasangan membawa bambu berdiameter 10 cm bersiap turun ke pantai. Serta beberapa ibu-ibu sambil membawa timba mulai bergerak ke pinggir dermaga.

Kapal kecil yang bergerak ke tengah pantai mengambil ikan tangkapan nelayan, sudah kembali ke dermaga hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Tukang manol turun ke pantai menarik kapal kecil agar bersandar di tempat yang telah ditentukan. Mereka tidak mempedulikan ancaman sakit gatal dan panas akibat terkena air laut di sekitar pantai yang terkena limbah pabrik.

Nelayan yang masih di kapal mengambil bambu. Kemudian keranjang penuh ikan sudah dipanggul tukang manol. Ny Romli (46) adalah satu diantara ibu-ibu yang sudah bersiap membeli ikan dari nelayan yang kembali dari laut dengan membawa timba.

Mereka memberi upah tukang manol untuk mengambil keranjang berisi ikan dari kapal sebanyak Rp 6 ribu. Kemudian timba yang penuh ikan dikirmkan ke pabrik pengolahan ikan dengan menggunakan becak milik tukang manol. Tentu Ny Romli memberi upah tambahan Rp 10 ribu karena tukang manol sudah mengantarkan ikan ke gudang milik pabrik.

"Kalau beli tujuh timba isinya ikan tongkol bayarnya Rp 110-120 ribu. Ikan tongkol per kilonya dihargai Rp 8 ribu," ujar wanita yang telah 26 tahun membantu suami berdagang ikan. Sedangkan suaminya sendiri berprofesi sebagai nelayan.

Sapto Abdullah (30) seorang nelayan yang beruntung. Kemarin sore Sapto bersama 30 orang yang tergabung dalam satu tim pergi mengarungi ganasnya ombak Samudera Hindia. Nasib mujur menyertai timnya yang mampu membawa pulang 10 keranjang besar penuh ikan tongkol.

Berapa penghasilan yang didapat? Menurut lelaki yang sudah lima tahun menjadi nelayan ini, dibagi sesuai jabatan masing-masing. "Misalnya 10 keranjang yang beratnya 1 ton ikan tongkol laku Rp 10 juta, yang Rp 5 juta untuk operasional dan sewa kapal. Nahkoda, operator mesin, dan lampu bayarannya lebih banyak. Sisanya dibagi untuk para nelayan," ungkapnya sambil menyulut rokok.

Sementara itu, Suryadi beserta 24 orang kembali ke dermaga Muncar dengan tangan kosong. Padahal kemarin sekitar pukul 13.00 WIB mereka melaut. "Sejak bencana tsunami 1994 silam, jumlah tangkapan ikan menurun. Ditambah musim hujan dan ada oknum nelayan yang menggunakan jaring pukat harimau membuat tangkapan agak sepi," katanya.

Sapto dan Suryadi sama-sama tidak setuju bila rencana penambangan emas di kawasan Hutan Lindung Gunung Tumpangpitu (HLGTP) Desa Sumberagung Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi menjadi kenyataan. "Nelayan Muncar bisa jatuh miskin bila ada limbah Tailing yang dibuang ke laut. Akibatnya banyak ikan yang mati," jawab Sapto.

Penambangan emas di selatan Banyuwangi akan menambah buram potret kelam nelayan Muncar. Serta nelayan lain di Pancer, Rajegwesi, Grajakan, Puger, bahkan Sendang Biru dipastikan akan terancam limbah Tailing.
Terbukti ikan menjadi urat nadi kawasan pesisir pantai selatan Pulau Jawa. Apa jadinya di bila tidak ada ikan di meja makan? Ataukah ikan yang kita makan sudah terkontaminasi limbah pabrik pengolahan ikan dan sampah domestik rumah tangga yang dibuang ke sungai kemudian mengalir ke laut? ***2*** (PWP 49)

SD 3 TRI GONCO MEMPRIHATINKAN

Situbondo - Gedung Sekolah Dasar 3 Tri Gonco, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Jatim, kondisinya memprihatinkan, karena empat ruang kelas dan rumah dinas di sekolah tersebut bangunannya mengenaskan.

"Kondisi terparah ruang kelas III yang plafonnya jebol. Agar tidak jatuh menimpa anak-anak, kami pasang bambu untuk menahan plafon," kata H. Suripto, SPd, guru senior setempat, Rabu.

Sekolah tersebut, jaraknya dari kota Kecamatan Asembagus sekitar enam kilometer dan dari pusat Kota Kabupaten sekitar 26 km.

Beberapa dinding mengelupas, sehingga batu bata bisa terlihat. Ruangan yang parah sebanyak empat unit, meliputi tiga ruang kelas dan ruang UKS. Selain itu, rumah dinas kondisinya rusak parah.

Jumlah siswa di SD tersebut 70 orang. Rata-rata setiap jenjang kelas hanya diisi belasan siswa.

Pihak sekolah sudah mengajukan dana renovasi untuk gedung sekolah pada Dinas Pendidikan Situbondo. "Kami telah dua kali mengajukan bantuan, yakni pada 2002 dan 2003. Namun, hingga kini belum ada kepastian kapan sekolah kami direnovasi," katanya mengeluh.

Seperti musim hujan sekarang ini, lanjut Suripto, pihaknya khawatir ada angin kencang yang bisa merobohkan bangunan gedung. "Apa jadinya saat kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, tiba-tiba atap roboh. Tentu akan ada korban dari para murid maupun guru," katanya.

Indrawati, guru di SD tersebut, merasa takut bila bangunan roboh. "Beberapa waktu lalu sempat terjadi gempa. Akhirnya Kegiatan belajar mengajar dipindah di luar ruangan. Orangtua banyak yang datang setelah ada gempa dan meminta pelajaran dilakukan di luar kelas," katanya mengungkapkan.

Sementara itu, Kabag Prasarana dan Sarana Dinas Pendidikan Situbondo, Dwi Totok mengatakan, sudah mendapat kabar tentang sekolah rusak di Asembagus itu.

"Saat ini tim survei datang ke lokasi sekolah yang rusak itu. Renovasi bangunan yang rusak akan segera dilakukan," katanya berjanji.


Kholied Mawardi

NAIK KERETA, PASARKAN PISANG DI PASAR BLAMBANGAN

Ibu Siti, seorang pedagang pisang dari Glenmore setiap pagi ke stasiun terdekat dari rumahnya untuk menjual pisang di pasar Blambangan, Banyuwangi. Wanita yang sudah berusia lanjut ini menaiki kereta api ekonomi Pandan Wangi.

Sekitar pukul 05.00 WIB kereta yang membawa tiga gerbong itu dari stasiun Kalibaru tiba di stasiun Glenmore.
"Tidak terasa saya sudah 11 tahun menjual pisang ke pasar Blambangan dengan naik kereta api," tuturnya.

Kereta api tiba di stasiun Karang Asem sekitar pukul 06.20 WIB. Puluhan pelajar dan penumpang umum yang ingin ke tengah kota Banyuwangi, memilih turun di stasiun ini. Tidak saling berebutan ketika menghambur keluar. Teratur keluar dari "ular besi" yang warnanya kuning berkombinasi warna biru.

Maklum di dekat stasiun ini banyak didirikan bangunan gedung sekolah. Mulai dari SMK Negeri 1 Glagah, SMA Negeri 1 Glagah, SMA Negeri 1 Giri, dan SMK Negeri 1 Banyuwangi. Belum lagi beberapa sekolah swasta yang lokasinya tidak jauh dari stasiun ini.
Serta stasiun ini dekat dengan kantor-kantor milik pemerintah, pasar besar Banyuwangi, rumah sakit, bank, dan pasar modern.

Sekitar empat menit kereta yang memiliki tempat duduk saling berhadapan berhenti di stasiun Karang Asem.

Kemudian ada tanda dari petugas yang memberi tahu waktu keberangkatan dengan membunyikan peluit dan memberi tanda seperti raket yang berwarna hijau. Kalau malam hari petugas stasiun memberi tanda keberangkatan dengan membunyikan peluit dan menggunakan lampu senter yang diarahkan ke lokomotif.

Masinis membalas dengan membunyikan bel lama sekali. Penumpang yang masih berada di bawah segera naik ke dalam kereta. Mesin kembali dinyalakan. Asap dari cerobong lokomotif menghambur keluar. Kereta api Pandan Wangi bergerak menuju stasiun Argopuro dan Banyuwangi Baru.

Ketika kereta beranjak meninggalkan stasiun Karang Asem, Ibu Siti mulai memindahkan keranjang-keranjangnya yang bermuatan penuh pisang barlin dan pisang susu. Sekitar tujuh keranjang yang berisi sebelas tandan pisang hendak dijual di pasar Blambangan.

"Biar mudah keranjang penuh pisang diambil abang becak langganan saya nanti di stasiun Argopuro," tuturnya.

Wanita yang mengenakan penutup kepala berwarna coklat itu kaget ketika seorang penumpang ingin membeli pisang. "Mau beli pisang? Berapa banyak? Satu tandannya ya,? ucapnya.
Pembeli itu hanya ingin membeli satu sisir pisang barlin. "Harganya Rp2.500,00. Kalau satu tandan pisang dijual Rp7.500,00. Murah kan," katanya berpromosi.

Ditanya berapa keuntungan yang didapat setiap hari dari jualan pisang, Ibu Siti tidak mau memberikan data rata-rata penghasilan yang didapat tiap harinya. "Pokoknya bisa cukup untuk kebutuhan keluarga dan membelikan jajan cucu," jawabnya.

Kembali ke rumahnya, Ibu Siti juga menaiki kereta api ekonomi. "Pulangnya naik kereta api Probo Wangi tujuan Banyuwangi-Probolinggo. Sekitar pukul 13.00 WIB kereta api tiba di stasiun Argopuro.

Kereta Pandan Wangi berjalan melintasi rel dengan cepat. Tak terasa kereta akhirnya tiba di stasiun Argopuro. Seorang abang becak sudah berada di pinggir pintu gerbong pertama. Sudah biasa mengangkut dari stasiun ke pasar yang berada di Lateng, Banyuwangi.

Abang becak mengambil satu per satu keranjang yang berisi pisang. Setelah semua keranjang diturunkan dari kereta, Ibu Siti turun dari kereta. Kembali berdagang di pagi hari. Menggerakkan roda ekonomi keluarga.

Kereta api kembali bergerak. Asap keluar lagi dari cerobong lokomotif. Kereta api Pandan Wangi berjalan menuju stasiun Banyuwangi Baru yang dekat dengan pelabuhan Ketapang. Roda ekonomi terus berputar seperti halnya roda kereta api.***7***(T.PWP49)

WANITA PERKASA KULI ANGKUT PASIR

Sebuah truk berhenti di seberang sanggar seni desa Bakungan. Kernet truk turun, kemudian dia membuka bak belakang. Ternyata truk tersebut mengangkut pasir. Pasir diturunkan di halaman milik warga seberang sanggar itu.

Sedikit demi sedikit pasir di truk menyusut. Sedangkan di sebelah pojok tanah pekarangan warga ditimbuni pasir.

Bentuknya menyerupai bukit kecil kehitaman. Dua wanita datangi timbunan pasir. Tidak lupa sudah membawa skrop untuk memindahkan pasir ke dalam timba.

Rehani (35) dan Mustamilah (40) merupakan dua wanita tipe pekerja keras. Demi menambah pemasukan keuangan keluarga, keduanya rela menjadi kuli angkut pasir.
Sekitar enam skrop pasir yang dimasukkan ke dalam timba warna hijau oleh Mustamilah. Kemudian, Mustamilah ganti mengisi timba milik Rehani.

Kain yang dibawa keduanya dibentuk menyerupai gulungan. Tak lama kemudian, kain yang sudah berubah warna itu ditaruh diatas kepala mereka. Sekitar lima kilo gram pasir yang mereka "sunggi" (ditaruh di atas kepala).

Agak kesulitan bila langsung menempatkan timba berisi pasir di atas kepala. Mustamilah terlebih dulu mengangkat kaki kirinya, kemudian timba ditaruh diatas kepalanya. Begitu pula yang dilakukan Rehani.

Mengangkut pasir dalam satu truk oleh keduanya diselesaikan selama dua hari. Namun, tidak tampak dari sorot matanya ekspresi mengeluh. Upah yang minim tidak membuat kedua wanita asal desa Bakungan, Glagah, Banyuwangi ini malas bekerja.

"Mulai kerja dari jam 07.00 WIB sampai jam 16.00 WIB. Upah yang diberikan hanya Rp50 ribu. Itupun harus dibagi dua, tapi dapat jatah makan siang dan penganan dari orang yang minta bantu angkut pasir," ujar Mustamilah.

Menjadi kuli angkut pasir sungguh tidak membuat mereka malu terhadap tetangga. "Buat apa malu sama tetangga. Yang penting apa yang kita lakukan pekerjaaan halal dan tidak mencuri. Terserah kalau tetangga menyebut kita apa," ujar Mustamilah.

Mustamilah menambahkan, pekerjaan menjadi kuli angkut pasir dari pinggir jalan raya dibawa ke rumah warga yang akan membangun sudah berlangsung lama. "Sejak awal pernikahan, saya sudah kerja bantu suami. Mau kerja apa izasah cuma SD, jahit menjahit tidak ada bakat. Bisanya angkut pasir, ya lakukan saja," imbuhnya.

Ketika ditanya apa pekerjaan suami mereka, keduanya menjawab suami mereka menjadi buruh serabutan. "Kerjaan suami jadi buruh. Kerjanya tidak tentu, makanya istri ikut kerja," jawab Rehani.

Kalau capai habis angkut pasir siapa yang memijat? "Ya, dipijat sendiri. Kalau manggil tukang pijat bayar Rp20 ribu. Uangnya darimana? Makanya dipijat sendiri," kata Rehani.
Mustamilah mengaku memijati tubuhnya sendiri bila merasa capai. "Uang untuk bayar tukang pijat bisa untuk beli lauk pauk. Paling pijat setahun sekali saat tubuh terasa remuk," ujarnya sambil tertawa.

Kok tidak minta pijat suami? Keduanya langsung meringis. "Sudah tua masa masih romantis-romantisan sama suami," kata keduanya kompak.

Selain jadi kuli angkut pasir, keduanya tidak menampik bila diminta angkut batu bata.
"Hitungannya 1000 batu bata yang diangkat diberi upah Rp40 ribu. Apa saja yang diminta bantu orang lain, saat nganggur ya ambil saja tawaran itu," kata Rehani.

Saat banyak hajatan pesta pernikahan dan sunatan, keduanya sering diminta bantuan. "Jadi tukang cuci piring dan gelas kotor. Kan pekerjaan kuli angkut batu tidak setiap hari. Apa yang ada saja yang dilakukan," imbuh Mustamilah.

Kerja mengangkut pasir bagi sebagian orang dianggap pekerjaan melelahkan. Namun, bagi keduanya mengaku jarang sakit selama ini. "Anggap saja angkut pasir itu olahraga. Alhamdulilah jarang sakit walau pekerjaan kami cukup berat," pungkasnya. ***7***(T.PWP49)


KAWAH IJEN KELUARKAN GAS BERACUN

 
Banyuwangi - Gunung Ijen (2.386 mdpl) yang berada di perbatasan Kabupaten Situbondo dan Banyuwangi serta Bondowoso, Jawa Timur, Selasa, dari kawahnya menyemburkan gas beracun.

Kondisi ini cukup membahayakan, sehingga wisatawan dan para penambang belerang, untuk sementara, dilarang beraktivitas.

ANTARA yang berada di kawasan Kawah Ijen melaporkan, gas beracun menurut para penambang belerang mulai keluar sekitar pukul 07.00 WIB (23/12).

"Gas beracun keluar tadi pagi. Biasanya seharian, nanti sore prediksi saya sudah tidak keluar lagi (gas beracun)," kata Busaeri (38) salah seorang penambang belerang.

Ia mengungkapkan, biasanya gas beracun keluar dari Kawah Ijen sekitar bulan "Suro" (Muharram). Satu Muharram atau Tahun Baru 1430 Hijriyah yang jatuh pada 29 Desember mendatang. "Ya udah dekat Suro-kan," katanya sambil tersenyum.

Terkait larangan menambang, menurut Busaeri, ada pengawas belerang dari penambangan Candi Ngrimbi yang selama ini menampung belerang hasil para penambang tradisional, memperingati masalah gas beracun tersebut.

"Tadi pagi pengawas itu yang mengeluarkan larangan, agar para penambang tidak melakukan kegiatan di kawah Ijen untuk sementara waktu, karena ada gas beracun menyembur," katanya menjelaskan.

Padahal, setiap hari puluhan warga sekitar melakukan penambangan secara tradisional atas belerang yang keluar setiap saat di dalam kawah Ijen. Setiap penambang mampu mengangkut 70 sampai 80 kg.

Penambangan dan pengangkutan yang dilakukan secara tradisional itu menjadi salah satu obyek yang memiliki daya tarik unik bagi wisatawan, selain kawahnya yang berubah warna setiap saat serta belerang yang keluar dari "perut" bumi berwarna jingga dan setelah membeku diterpa udara berubah warna kuning.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata Budaya Pemuda dan Olahraga Bondowosp, Urip Basuki, Senin (22/12), mengatakan, wisatawan yang berkunjung ke Kawah Ijen pada tahun 2008 sebanyak 13.528 orang.

Dari jumlah tersebut, 5.704 orang di antaranya wisatawan mancanegara (wisman), dan selebihnya 7.824 wisatawan nusantara (wisnu).

"Jika dibandingkan dengan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kawah Ijen tahun lalu, jumlah wisatawan tahun ini mengalami penurunan. Pada tahun 2007 tercatat 16.587 orang, dengan rincian 10.535 wisnu dan 6.052 wisman." katanya menambahkan.

Obyek wisata alam lainnya sekitar Kawah Ijen, ialah agrowisata kebun kopi Arabica pada tahun ini dikunjungi 5.317 orang. Wisman yang berkunjung di objek wisata milik PTPN XII yang luasnya 4.000 hektare ini tercatat 2.005 orang, sedangkan wisnu 3.312 orang.

"Di objek wisata ini, pengunjung bisa menyaksikan proses pemetikan hingga penggilingan kopi jenis Arabica, misalnya, kopi luwak, ijen, dan gunung blaw," katanya.


Kholied Mawardi

MENAMBANG BELERANG

BERTARUH NYAWA, INGIN MERAUP BANYAK RUPIAH
Oleh Kholied Mawardi


Rimbunan pohon dan rerumputan berbaris menghiasi pemandangan menuju gunung Kawah Ijen (2.386 m.dpl) di daerah perbatasan tiga kabupaten yaitu Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo. ANTARA memasuki kawasan gunung Kawah Ijen dari jalur Bondowoso, Selasa pagi. Wisatawan yang ingin melihat danau belerang yang bisa berubah warna ini juga bisa melewati jalur Licin, Banyuwangi.

Perjalanan dari pusat kota Bondowoso menuju Paltuding, kecamatan Sempol, Bondowoso (1880 m.dpl) dapat ditempuh oleh kendaran selama tiga jam. Paltuding menjadi tempat parkir kendaraan, kemudian dilanjutkan aktivitas pendakian menuju gunung Kawah Ijen sekitar 2 jam.

Perjalanan menuju Paltuding melintasi beberapa perbukitan. Banyak tikungan tajam menghadang menantang adrenalin petualangan. Sayang, beberapa bagian dari jalan aspalnya mengelupas.

Medan jalan yang berat sangat disukai wisatawan mancanegara (wisman). Namun, sebagian wisatawan nusantara (wisnu) mengaku kapok mendatangi kawah penghasil belerang untuk kali kedua.

Hawa dingin dan angin bertiup sepoi-sepoi menyambut wisatawan yang akan mendaki gunung Kawah Ijen di Paltuding. Saat ANTARA tiba di pos pertama ini, senyum mentari sudah merekah.
Makan pagi dilakukan di sebuah gazebo yang dibangun Pemprov Jatim. Terasa beda saat sarapan sambil melihat lukisan Tuhan. Ada perasaan damai dan tenteram. Sesuatu pemandangan yang jarang ditemui di perkotaan yang banyak dipenuhi hutan beton.

Embun di pagi hari masih bisa dilihat dari pucuk rerumputan yang terlihat basah. Maklum keberangkatan dari Wisma Argowilis milik Pemkab setempat sekitar jam 03.00 dini hari.
Beberapa penambang belerang berjalan berbaris. Mereka membawa dua keranjang yang dihubungkan bambu. Siap memikul belerang dari bibir Kawah Ijen. Bekal nasi dan air minum dibawa dalam pendakian menambang.

Sepatu boat dikenakan untuk melindungi kaki. Topi yang sudah pudar digunakan untuk menghalau sinar matahari yang menyengat. Linggis digunakan untuk "mencongkel" belerang yang keluar dari perut bumi.

Wisatawan asing sangat menyukai melihat aktivitas penambangan tradisional belerang. Pekerjan penuh resiko karena sering menghirup asap belerang. Mereka hanya gunakan kain sarung lusuh yang diberi tetesan air untuk menangkis asap belerang. Bukan masker yang dikenakan.

Sekitar 200 penambang belerang tradisional di gunung Kawah Ijen , hilir mudik setiap hari mengangkut belerang dari bibir kawah. Senyum mereka pada wisatawan saat berpapasan menunjukkan keramahan.

Sebagian dari mereka membawa dua keranjang pikulan yang diletakkan di bebatuan yang ada di pinggir jalur pendakian. Tidak perlu risau keranjang yang diletakkan begitu saja dipinggir jalan akan diambil penambang lain.

"Semua sudah tahu keranjang penuh belerang berwarna kuning itu milik siapa. Tidak akan diambil penambang lain," ujar Masit (40) satu diantara penambang belerang.

Pria yang sudah 20 tahun menjadi penambang ini menambahkan, setelah menambang belerang, para pekerja dari Candi Ngrimbi melakukan penimbangan di pos bundar. "Disana ada petugas yang akan memberi nota berapa kilo belerang yang kita ambil. Kemudian di penampungan belerang di Paltuding akan ditimbang ulang," katanya.

Berapa penghasilan yang didapat dari pekerjaan penuh resiko ini? Menurut Masit, per kilo belerang diberi upah Rp600. "Saya hari ini bisa angkut belerang 50kg. Tinggal kalikan saja berapa upah yang saya dapat per harinya," tambahnya.

Penghasilan yang langsung diberikan setelah menambang, membuat banyak warga sekitar yang jadi penambang belerang. "Menambang belerang ini gajiannya per hari. Tidak seperti pekerjan lain yang harus nunggu dua minggu sekali atau sebulan sekali baru bayaran," ujar Rudi (35) penambang belerang.

Ketika ditanya kenapa tidak menggeluti profesi lain, Rudi mengaku sudah pernah bercocok tanam tapi hasilnya tidak memuaskan. "Pernah nanam di Bondowoso tapi tidak berhasil. Kalau jadi penambang saat sehat bisa setiap hari dua kali menambang belerang. Rata-rata belerang yang saya ambil 70kg," tambah penambang belerang yang sudah lebih dari 10 tahun ini.

Dadang Setyo, administrasi pengelola tambang belerang mengatakan, belerang yang ditampung di Paltuding kemudian dibawa ke pabrik Candi Ngrimbi di Licin, Banyuwangi. Di pabrik, belerang dihancurkan hingga berbentuk butiran halus. Kemudian butiran belerang dikemas dalam kantong ukuran 50kg siap dikirim ke Surabaya.

Belerang dari kawah Ijen, lanjut Dadang, kebanyakan digunakan untuk memutihkan gula. "Namun, kita tidak tahu belerang yang sudah dikirim ke Surabaya akan dibawa ke pabrik pembuatn bedak kulit, kosmetik, dan sabun," ujarnya.

Para penambang tetap melakukan pendakian ulang alik kawah Ijen. Pabrik memberi susu sapi pada mereka untuk mengurangi resiko dari asap belerang dan asupan gizi. Entah sampai kapan tetap menambang belerang. Pekerjaan yang banyak menghasilkan banyak rupiah namun penuh resiko, tetap dilakoni agar dapur tetap mengebul.***7***(T.PWP49)