Thursday 2 April 2015




Tuesday 24 March 2015

AHMAD MINTA DISUNAT Karya : Kholied Mawardi Sabtu pagi itu, Ahmad bangun tidur merasa sakit ketika buang air kecil. Dia berteriak kesakitan. Dia tidak mengerti mengapa alat kelaminnya terasa sakit ketika pipis.“Ibu, kenapa aku kesakitan ketika pipis?” tanya Ahmad heran. Ibunya kemudian memeriksa alat kelamin Ahmad. Dia mengaduh kesakitan ketika Ibunya memegang alat kelaminnya. “Nanti kita periksa ke dokter Heri. Biar cepat sembuh, ya” kata Bu Marni menenangkan Ahmad. Bu Marni mengambil selembar kertas. Dia menulis surat ijin tidak masuk sekolah untuk Ahmad karena sakit kepada wali kelasnya. Surat itu dititipkan ke Doni, tetangganya yang sekelas dengan Ahmad di kelas II SD Tunas Bangsa. Setelah Ahmad mandi, keluarga Pak Joko sarapan bersama. Sehabis menyantap sarapan menu nasi goreng, ibu mengantar Ahmad ke klinik dokter Heri. Klinik Sehat Medika tidak jauh dari rumah mereka, sehingga cukup menaiki sepeda sudah tiba di tempat praktek dokter Heri. Badan menjadi sehat karena berolahraga, sekaligus menghemat bensin sepeda motor, dan mengurangi polusi udara. Pagi itu pasien yang berobat ke dokter Heri cukup banyak. Ada yang seusia dengan Ahmad, ada juga pasien yang berusia lanjut. Terdapat pasien yang mengeluh sakit batuk, pilek, hingga diare. Mereka mengantri menunggu giliran diperiksa dokter Heri yang membuka klinik di dekat dengan pintu masuk perumahan Alam Damai. Sehingga tamu yang akan masuk ke perumahan yang banyak tamannya ini, bisa melihat langsung klinik Sehat Medika. Pasien dipanggil namanya untuk diperiksa sesuai urutan kehadiran. Ahmad mendapat nomor antrian tujuh. Tak lama kemudian, perawat memanggil namanya. Ahmad masuk ke ruang periksa ditemani Ibunya. Ruang periksa sungguh bersih, terdapat kasur periksa dan lemari kaca penyimpan obat. Dokter Heri tersenyum ketika melihat Ahmad datang ke ruang periksa. “Silahkan duduk. Ahmad sakit apa?” sapa dokter Heri ramah. “Tadi pagi saat pipis, terasa sakit” kata Ahmad. Dokter Heri memeriksa dengan teliti. Menanyakan apa lagi yang dikeluhkan Ahmad. Dokter Heri memeriksa alat kelaminnya. “Ahmad ingin sembuh?” tanya pak dokter. “Ya mau, dok. Biar bisa main bola dan main layang-layang dengan teman-teman,” jawab Ahmad. “Kalau ingin sembuh, Ahmad mau disunat?” ucap pak dokter. Ahmad bingung harus menjawab apa. Dia hanya memandang wajah ibunya. Dia tidak menyangka dirinya akan disunat, padahal masih berusia delapan tahun. Dia masih kelas II SD. Teman sekelasnya belum ada yang disunat. Biasanya anak laki-laki di daerahnya disunat ketika kelas V-VI SD. Tetangganya yang sudah kelas V SD banyak yang sudah disunat. Tapi dia merasa takut disunat. “Dok apa tidak obat selain disunat bila kencing terasa sakit?” tanyanya penuh kebimbangan. Dokter Heri menjawab pertanyaan Ahmad dengan bijak. Dia mengutip kisah teladan nabi Ibrahim yang menjaga kesehatan alat kelamin dengan cara dikhitan. “Allah memerintahkan nabi Ibrahim agar dikhitan ketika beliau konon berusia 90 tahun. Perintah khitan ditujukan untuk anak Islam agar tubuhnya sehat terhindar dari penyakit kelamin. Tidak ada sisa air kencing yang bersarang di alat kelamin. Kalau ada sisa air kencing, bisa menyebabkan sakit kelamin,” kata pak dokter. Islam mencintai kebersihan. Jika umat Islam hendak sholat diwajibkan wudhu dulu. Sehabis buang air kecil dan besar harus dibersihkan sehingga tidak ada najis. Najis yang menempel di tubuh menjadi penyebab tidak sah bila melakukan ibadah salat dan mengaji Al Quran. Ahmad memandang wajah ibunya. “Ibu, bagaimana enaknya?” tanya Ahmad. “Kita pulang dulu, tanya Ayah. Apa Ayah punya uang atau tidak?” kata ibunya. Dokter Heri menambahkan, biasanya kalau anak mau khitan, ada orang tua yang bertanya perihal hari baik kepada kakeknya. “Lakukan musyawarah dulu. Kapan sebaiknya Ahmad dikhitan. Kalau jadi khitan, minimal dua hari sebelumnya sudah membuat jadwal dengan perawat yang ada di ruang tunggu. Waktu khitan bisa pagi seusai salat subuh atau malam seusai pasien terakhir pulang. Sekitar pukul 21.30 biasanya pasien sudah pulang,” kata pak dokter. xxxxxx Seusai makan malam, keluarga pak Joko berkumpul di ruang tengah. Mereka melakukan musyawarah membahas Ahmad minta disunat. “Ayah, tadi pagi Ahmad mengeluh sakit saat pipis. Kemudian setelah diperiksa dokter Heri, Ahmad disarankan dikhitan saja,” kata ibu membuka musyawarah keluarga kecil itu. “Ahmad, sejak kapan terasa sakit saat pipis,” tanya Ayah. Ahmad menjawab sejak tadi pagi kalau pipis terasa sakit. “Ahmad, apakah kamu berani disunat sekarang?” tanya pak Joko. “Aslinya takut. Kata teman-teman sunat itu menyakitkan,” jawab Ahmad. Ayahnya membantah kalau khitan itu sakit. “Siapa bilang khitan itu sakit. Ayah dulu dikhitan saat kelas TK B. Penyebabnya alat kemaluan ayah waktu itu terjepit resleting celana. Ayah menangis gara-gara kemaluan terjepit resleting celana. Akhirnya ayah diantar nenek dibawa ke dokter. Setelah diperiksa, dokter menyatakan ayah harus dikhitan,” ucap ayah. Ahmad kaget mendengar cerita ayahnya yang dikhitan ketika itu masih murid kelas TK B. “Wah, ayah pemberani dong. Berani dikhitan saat masih TK B,” kata Ahmad. Ayah kemudian melanjutkan ceritanya. Setelah berunding dengan nenek, dokter langsung mengkhitan ayah. “Ayah menurut, mau dikhitan meski waktu itu berusia enam tahun. Tidak memikirkan takut, yang penting kemaluan ayah tidak terjepit resleting celana,” ujar ayah. Tidak sakit kok waktu dikhitan. Dulu ayah disuntik empat kali memasukkan obat bius ke kemaluan. Setelah obat bius masuk, baru ujung kemaluan ayah digunting, kemudian dijahit pakai benang khusus. Selanjutnya kemaluan ayah diperban. Ketika pulang ke rumah, tetangga banyak yang memberi ayah uang. Setelah dihitung kakek, uangnya cukup untuk membeli sepeda baru. “Jadi mau ya sunat sekarang. Nanti uang Ahmad menjadi banyak dari pemberian tetangga dan saudara,” kata Ayah. Ayah kemudian mengambil tablet yang berada di atas meja belajar. Ayah menyalakan tablet dan mengaktifkan internet. Setelah tersambung dengan internet, Ayah mengetik metode khitan di mesin pencari google. Tidak lama kemudian muncul beberapa situs yang menjelaskan metode khitan. Ayah membuka situs Salimah yang menjelaskan beberapa macam khitan. Ahmad dan ayah membaca berbagai metode khitan mulai cara tradisional, konvensional, klamp, hingga laser. “Sekarang sudah ada metode khitan laser dan klamp yang sedikit rasa sakitnya. Nah, Ahmad memilih metode khitan yang mana? Apa khitan konvensional seperti ayah dulu atau laser? ” tanya Pak Joko. Ahmad melihat gambar alat yang digunakan untuk khitan dan membaca sekilas keterangan metode khitan. “Ahmad masih bingung metode sunat laser. Apa menggunakan sinar laser seperti pistol mainan yang muncul sinar laser,” ucap Ahmad. “Tidak menggunakan sinar laser seperti yang digunakan untuk menghiasi langit saat pesta tahun baru, tapi ujung kawat yang dipanasi mengeluarkan warna merah persis sinar laser bila dilihat dari kejauhan. Ujung kawat yang dipanaskan itu yang digunakan untuk memotong kulit ujung kemaluan. Rasa sakitnya sedikit dan tidak ada pendarahan,” kata ayah. “Kalau begitu Ahmad memilih khitan laser saja,” ucap Ahmad. Ibu yang mendengar ucapan anak semata wayangnya itu dengan gembira. “Kapan Ahmad disunat?” tanya ibu. “Ahmad ingin segera disunat biar bisa bermain bola dengan teman-teman. Bagaimana kalau Senin saja Ahmad disunat,” ungkap Ahmad. Ayah dan ibu merasa gembira, anak semata wayangnya mau dikhitan. Ayah langsung mengambil telepon genggam untuk menghubungi perawat jaga di klinik Sehat Medika, menyampaikan Ahmad minta disunat Senin malam. **** Kholied Mawardi, pengajar di MI/MTs Miftahul Ulum Kemlagi Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Juga menjadi guru muatan lokal karya tulis di MA Unggulan Darul Falah Jerukmacan, Desa Sawo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Ayah seorang anak ini, merupakan Alumnus Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada tahun 2007. Selain menjadi pengajar, pria kelahiran Banyuwangi ini ingin menularkan virus mencintai kegiatan literasi masuk madrasah dan pesantren. Sebelum menjadi pengajar di daerah dekat perbatasan Lamongan dan Jombang, penulis pernah menjadi kuli tinta di harian Surabaya Pagi, tabloid Edukasi, media on line Radio Suara Surabaya: www.suarasurabaya.net , dan Kantor Berita Antara biro Jatim: www.antarajatim.com. Kini penulis tinggal di dekat areal sawah tebu di Ngogri Mojokerto. Hamparan hijau batang tebu membuat pikiran segar serta mudah menuangkan goresan hati. Alamat email : ardhimawardi@gmail.com Alamat facebook : www.facebook.com/kholiedmawardi Alamat twitter : twitter.com@kholiedmawardi Alamat Blogspot :www.ardhijournalist.blogspot.com , www.goresanpenanyakholied.blogspot.com

Saturday 21 March 2015

MENDUNG


Setangkup mendung menggelayut manja menutupi pandangan mata. Matahari masih malu menampakkan diri menghilang sejenak menunggu rintik rinai hujan membasahi Mendung seperti hatiku merana tanpa dirimu pergi menghilang tak ada kabar Mendung Ingin berselimutkan tubuhmu di pagi dingin ini Mojokerto, 19 Maret 2015

Monday 9 March 2015

Pusing Pusing terasa memukul kepala seperti pecah tanpa retak pusing terasa hinggap di kepala memeluk tanpa mau lepas pusing terasa melihat lembaran tagihan hutang kredit dan cicilan tanpa tahu kapan lunas? Mojokerto, 9 Maret 2015

Sunday 8 March 2015

PENCULIK ANAK


Namanya Adit. Singkat dan mudah diingat, bukan? Kuketahui nama seorang bocah laki-laki yang masih sekolah di sebuah SD favorit di tengah kota buaya ini dari bedge nama di baju yang dikenakan siang itu di sebuah taman kota . Dari penampilannya, dia termasuk anak yang menyenangkan untuk dilihat. Rapi dan bersih. Jauh dari kesan kemproh. Pasti ibunya pandai merawat dan mencuci baju seragamnya dengan hati tulus. *** Berbeda dengan istriku yang selalu ogah-ogahan mencuci. Kamar mandi penuh baju kotor menumpuk. Belum lagi di gantungan baju di belakang pintu kamar tidur, berjajar baju kotor yang menjadi sarang nyamuk. Ada saja alasan yang dikemukakan. Mulai dari capai membersihkan rumah, memberi makan ayam dan burungku berjumlah puluhan yang ada di sangkar belakang rumah kontrakan yang penuh sesak dan pengap. Tiap detik ibu dari anak-anakku bermuka masam. Tak enak dilihat. Selalu memakai daster lusuh yang sudah banyak dikrikiti tikus. Banyak lubang di mana-mana. Apalagi diajak kelon di keheningan malam. Sudah seminggu ini gairah kelaki-lakianku tak terlampiaskan. Bukan sudah padam tak ada bara api asmara menggelora dalam diriku. Sejatinya gairahku sudah di ubun-ubun minta dilampiaskan. Bagaimana bisa memenuhi nafkah batin, ketika masih foreplay, istriku selalu mengungkit-ungkit hutang yang sudah menumpuk untuk dilunasi mengalahkan tinggi apartemen dan kondominium paling jangkung sekali pun di kota ini. Langsung saja pikiranku tak bisa dikompromi. Malah kulepaskan pelukan eratku di pinggang istriku yang masih ramping walau sudah bersalin di klinik Bu bidan tiga kali. Lenyap sudah gairah semalam ditandai lunglainya jimat kebanggaanku. Kumemilih membelakangi punggung daripada menatap lekat wajah belahan jiwaku yang wajahnya khas Jawa. Istriku tidaklah jelek amat. Dulu, dia termasuk kembang desa. Aku beruntung bisa menikahinya, setelah menyingkirkan empat pemuda kaya dan berpenghasilan mapan di desaku. Cara yang kutempuh menggondol istriku termasuk licik. Ku minta bantuan dukun berpengaruh di desaku dan kurenggut paksa keperawanannya di gubuk reot di tengah sawah. Saat itu kuamati calon istriku di sungai seorang diri dan rute yang biasa dilewati pergi dan pulang dari sungai. Tak mungkin masih ada orang berlalu-lalang menyusuri pematang sawah dan mengguyur tubuh menjadi basah oleh air dari mata air ketika menjelang sang surya beranjak pergi digantikan tempatnya oleh rembulan malam. Dia tak tahu kehadiranku yang hendak berniat buruk yang telah lama membuntuti dirinya. Kupeluk erat tubuhnya dari arah belakang hingga sulit bernapas sambil kusumpal mulut mungilnya menggunakan sapu tangan lusuh. Kemudian kubopong tubuhnya ke gubuk reot beralaskan jerami bukan di kasur spring bed mewah di hotel berbintang. Setelah kejadian kelam itu, dia menolak mentah-mentah lamaran dari beberapa pria yang hendak menyuntingnya sebagai permaisuri di saat menjadi Raja dan Ratu sehari. Orang tuanya marah besar karena anak gadis semata wayang tak jadi menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Tetangga pada takjub dan heran setelah dia mengumumkan calon suaminya adalah aku, pemuda pengangguran bermasa depan suram. Telah kuambil sarinya bunga yang seharusnya kuhisap sesudah kami mengucapkan ikrar sakral sehidup semati di depan penghulu, keluarga, dan tetangga. Setelah menikah, kuajak dia ke kota mencari peruntungan. Pekerjaan tetap sulit hinggap padaku. Sering ditolak menjadi pegawai karena tidak punya kenalan, ijazah, dan keahlian. Yang kumiliki cuma menyetir mobil. Dulu pernah jadi sopir saat masih di kampung. Istriku sudah lama tidak memakai kosmetik, parfum dan baju yang layak pakai. Ku sudah lupa kapan terakhir kali mengajaknya ke pasar tradisional untuk membeli beberapa potong baju untuknya dan anak-anak kami. Mungkin tiga tahun atau malah lima tahun lalu. Aku sebagai suami termasuk gagal. Tidak mampu mencukupi kebutuhan.keluarga Termasuk membelikan pemoles bibirnya yang ranum merekah. Bibir seksinya membuat diriku ketagihan melumat habis dan menjejalkan lidahku menyusuri rongga mulutnya. Di warung sebelah, sudah dua ratus sekian ribu rupiah yang harus dibayar. Belum lagi cicilan motor yang hampir ditarik lagi oleh dealer bila dalam seminggu tidak mampu membayar. Padahal SPP ketiga anak-anaku nunggak empat bulan. Belum lagi kemarin, Ibu Aisyah, pemilik kontrakan, menarik uang sewa setahun sekali. Kuberbohong minggu depan dapat melunasi uang sewa kontrakan yang angka nolnya berjumlah enam. Dari mana bisa dapat uang banyak dalam waktu sekejab? Menang dari judi togel? Hari gini masih mimpi? *** Adit tidak seperti anak bungsuku. Tiap hari ketika si bungsu pulang dari sekolah, seragamnya selalu berubah warna. Pagi hari masih bersih dari noda membandel. Siang hari sudah berubah warna. Kotor. Entah kena ingus, keringat hingga debu nakal yang mudah disuruh angin bergerak ke suatu tempat. Labil dan tidak punya pendirian. Seperti diriku. Tak punya tujuan jelas untuk dapat membahagiakan keluarga. Terbukti dari tetap putihnya seragam yang dikenakan Adit untuk menutupi badan dari sengatan sinar mentari yang cukup terik di kala siang hari di Surabaya yang gerah dan basah keringat mengucur deras tanpa perintah. Ternyata Adit termasuk anak yang mudah akrab. Sekali pun orang baru berjumpa dengannya. Seperti halnya diriku yang hanya seorang sopir salah satu taxi dari sebuah operator yang tidak punya pelanggan tetap dan armada yang pas-pasan. Maksudnya, pas dibuat menarik penumpang, AC tidak bisa maksimal membuat nyaman konsumen. Pas di jalanan yang macet, mobil taxiku mogok di tengah jalan. Tidak mau diajak cari uang. Kontan, penumpang langsung mengumpat kesal. Ogah membayar sekian rupiah sesuai yang tercantum di argo yang ku setting melebihi angka normal. *** “Kita akan kemana nih, Om ? Adit sudah capai! Kapan Om ajak Adit ke Papa?” terus bicara saja anak kecil ini. Bagiku bukan pertanyaan lagi. Malah pantas disebut omelan. Sama halnya istriku yang selalu ngomel minta uang dapur nambah. Kata istriku, “Biar dapur tetap mengebul, suami harus kasih uang banyak. Masak uang dapur sehari lima ribu. Mana cukup mas! Beras mahal dan langka belum beli air bersih, minyak tanah, uang jajan si bungsu, belum lagi iuran RT.” “Masak Adit lupa. Ini kan rute ke kantor Papa.” ujarku pelan. Kuajak Adit berputar-putar, biar dia bingung dan tak tahu jalan menuju rumah maupun ke kantor Papanya. “Bukankah di pertigaan Diponegoro tadi, Om ambil jalan ke kiri. Pasti nggak nyasar. Kan kantor Papa di jalan Kartini? Kok Om malah terus? Kan tadi Om janji mengantar Adit ke kantor Papa?” sahut Adit penuh keyakinan dimana letak kantor Papa sebenarnya dan mencoba mengingatkan janjiku. Ku kemudikan mobil taxiku perlahan menyusuri jalan yang biasa digunakan kupu-kupu malam menebar kehangatan semu di malam yang dingin. Sering taxiku dipakai kencan sesaat pria haus gairah dengan wanita penebar kehangatan. Kudisuruh putar-putar di jalanan kota. Alasan si pria ingin mencari sensasi dan mengikuti salah satu jejak gaya hidup yang terekam di dalam buku Jakarta Under Cover. Ku tak peduli jok belakang penuh bekas peluh keringat. Asalkan si pria mau membayar sesuai yang dimaui argo taxi yang telah kumanipulasi, membayar tip sekian ratus rupiah, juga diberi bonus besar dari si cewek. Kalau apes cuma mengantarkan dua sejoli yang ingin menghilangkan dinginnya malam kelam dan menumpahkan gairah yang bergelora di dada di sebuah kamar hotel yang banyak jumlahnya betebaran mulai kelas melati hingga bintang lima . Otakku memeras keringat tanpa mempedulikan akan kemana arah mobilku melaju. Tak peduli hingga akhirnya mobilku pergi ke daerah yang dulu pernah menjadi pusat pemerintahan kota . Tiba-tiba ku terngiang keinginan seorang ibu rumah tangga yang beberapa hari lalu ku antar ke rumah orang tuanya. Ibu itu bertutur mengeluh, sudah mengarungi bahtera rumah tangga selama sepuluh tahun, namun tidak juga hadir buah hati pengikat dua hati, gelak tawa, dan tangis dari rahimnya di rumahnya yang megah. Ku mengingat-ingat letak rumah orang tua Ibu yang di anggap mandul oleh suaminya. Tercetus ide ingin mendapatkan puluhan juta rupiah hasil dari menjual Adit yang mulai terserang kantuk kepada Ibu malang itu. Ku membayangkan akan bahagianya istri dan anak-anakku mengetahui Ayahnya pulang dari narik taxi bawa uang segepok. Tak dinyana, tiba-tiba ada seorang bocah yang mengendarai sepeda mini menyebrang tanpa menoleh ke kanan dan kiri. Spontan ku injak rem. Adit teriak keras, “Ada apa Om? Apa kita menabrak sesuatu? Tanya Adit penuh selidik. Ku teringat anak-anakku. Ku tak mau mencelakai dua bocah sekaligus. Pertama Adit dan kedua bocah yang kini tergeletak lemas tak berdaya karena shock berat. Untung tak ada memar dan luka sedikit pun dari tubuh mungilnya. Ku urungkan niat mengeruk pundi dari hasil menjual anak orang lain daripada hidup tidak tentram. Terus kepikiran. Bahagia di atas derita orang lain. Setelah mengantarkan si bocah yang senak udelnya dewe menyebrang ke rumah orang tuanya, ku antarkan Adit pulang di salah satu perumahan elit di Surabaya . Tak terbersit kecurigaan pada dirinya yang semula akan ku jual ke orang yang tidak punya anak. *** Sesampainya di rumah, istriku mengutarakan niat ingin menjual saja si bungsu kepada Bu Amir yang tidak punya anak setelah melewati usia sewindu pernikahan untuk melunasi semua hutang kita. “Mas setuju, kan ?” kata istriku. Surabaya , 2 April ’07 23.30-01.55 WIB. Kholied Mawardi adalah alumni Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Surabaya. Saya pernah menjadi reporter harian Surabaya Pagi, www.suarasurabaya.net, dan www.antarajatim.com. Kini menjadi pengajar Bahasa Inggris di MTs Miftahul Ulum, Kemlagi, Mojokerto. read more get more

Monday 2 March 2015

B00H3GZMIE?ie=UTF8&camp=1789&creativeASIN=B00H3GZMIE&linkCode=xm2&tag=ardhijournali-20

YHGY

http://www.amazon.com/gp/product/B00B22BCJS/ref=as_li_qf_br_asin_il_tl?ie=UTF8&camp=1789&creative=9325&creativeASIN=B00B22BCJS&linkCode=as2&tag=ardhijournali-20&linkId=22QNFX44EMLGTAPE

MAKNA DIBALIK PERAYAAN HARI VALENTINE





Bulan Pebruari sebentar lagi tiba menggantikan bulan Januari. Beberapa tempat perbelanjaan, hotel, dan rumah makan menata ulang dekorasi hiasan untuk “menyambut” bulan yang dianggap penuh kasih sayang. Hiasannya berupa boneka warna merah muda berbentuk cinta dan beruang imut. Boneka itu ditata sedemikian rupa ditambah boneka cupid, berupa anak kecil yang menarik busur panah cinta agar indah dilihat.
Bila mengunjungi pusat perbelanjaan di bulan Pebruari, Anda akan mendengar lagu bernapaskan “kasih sayang” dan ungkapan cinta. Karyawan toko memajang cokelat batangan dan seikat bunga mawar yang diletakkan di meja kasir. Menggoda pengunjung untuk membeli paket spesial yang diberikan kepada si pujaan hati di tanggal 14 Pebruari. Ya, penganan cokelat dan bunga mawar identik diberikan kepada orang spesial di hati pada 14 Pebruari. 

SEJARAH PERAYAAN HARI VALENTINE
Mengapa remaja yang dimabuk asmara tidak ingin melewatkan tanggal 14 Pebruari bersama pacar? Mengutip situs wikpedia, budaya perayaan hari valentine tidak terlepas konon dari kegigihan St. Valentinus yang nekad menikahkan pasangan di gereja pada 14 Pebruari. Ketika serdadu Romawi dilarang menikah oleh Kaisar Claudius II, santo Valentinus secara rahasia membantu menikahkan mereka. Padahal penguasa saat itu melarang pemuda menikah. Akibatnya St. Valentino dihukum mati. Maka dari itu, orang nasrani Eropa mengabadikan peristiwa tersebut dengan cara memberikan cokelat, boneka, atau bunga kepada belahan jiwanya pada 14 Pebruari sebagai ekspresi kasih sayang.
Wabah merayakan hari valentine sudah menyebar ke seluruh dunia melalui teknologi informasi. Tidak hanya kaum non muslim saja yang merayakan hari yang dianggap kasih sayang. Remaja muslim banyak juga yang terkena virus merah jambu. Mereka ikut membeli cokelat, bunga, dan boneka yang diberikan kepada sang pacar.
Tidak hanya itu, ada beberapa pasangan yang membeli alat kontrasepsi dari karet. Banyak media massa yang melaporkan permintaan kondom meningkat menjelang hari valentine. Bahkan ada apotek yang sampai kehabisan stok kondom. Mereka memesan kamar di hotel untuk “meminta bukti” seberapa besar cintanya kepada pasangan dengan melakukan hubungan seksual sebelum resmi menikah. Tindakan mereka yang melakukan hubungan intim sebelum menikah di kamar hotel untuk merayakan hari valentine, dianggap hal lumrah.
Mereka tidak takut si pacar hamil karena merasa terlindung alat kontrasepsi “pengaman dari karet”. Budaya malu tidak perawan dan perjaka mulai terkikis. Media massa memborbadir tulisan tidak perawan sebelum menikah merupakan pilihan dan hak wanita. Tidak perlu menunggu malam pertama usai akad nikah untuk melakukan hubungan seks. Seharusnya wanita boleh melakukan hubungan seks setelah dinikahkan oleh walinya di hadapan penghulu, keluarga, dan undangan. Agar ada kejelasan siapa ayah dari bayi yang dikandung ibu hamil tersebut.

HARAM MERAYAKAN HARI VALENTINE
Islam melarang kaumnya mengikuti budaya kafir seperti ikut merayakan hari valentine. “Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (Hadist riwayat Abu Dawud). Maka dari itu Islam melarang kaumnya ikut merayakan valentine. Pacaran hukumnya haram bila dilakukan sebelum menikah karena setan berusaha menggoda manusia yang berduaan untuk berbuat zina.
Allah berfirman dalam surat Al Isra (17:32) “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” Ayat diatas mengingatkan para muslim menjauhi zina. Mulai zina mata seperti melihat lawan jenis dengan penuh nafsu dan melihat film biru. Zina tangan seperti memegang lawan jenis yang bukan muhrimnya. Hingga zina farji yaitu melakukan hubungan seksual sebelum sah sebagai suami isteri.
Remaja muslim mulai sekarang katakan haram ikut merayakan hari valentine. Ungkapan kasih sayang tidak hanya ditujukan untuk pacar, tapi lebih utama diberikan untuk orang tua, saudara, tetangga, dan teman. Kasih sayang sangat lucu apabila hanya disampaikan sehari dalam setahun yaitu saat merayakan hari valentine saja. Seharusnya ungkapan kasih sayang diberikan setiap saat sepanjang tahun tidak menunggu hari valentine tiba.
Mojokerto, 16 Januari 2015
*Penulis merupakan guru Muatan Lokal Mata Pelajaran Karya Tulis MA Unggulan Darul Falah Jerukmacan Mojokerto. Alumnus Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Surabaya. Email: ardhimawardi@gmail.com,  www.facebook.com/kholiedmawardi, twitter.com@kholiedmawardi,  www.ardhijournalist.blogspot.com,   www.kompasiana.com/kholiedmawardi