Thursday 2 April 2015




Tuesday 24 March 2015

AHMAD MINTA DISUNAT Karya : Kholied Mawardi Sabtu pagi itu, Ahmad bangun tidur merasa sakit ketika buang air kecil. Dia berteriak kesakitan. Dia tidak mengerti mengapa alat kelaminnya terasa sakit ketika pipis.“Ibu, kenapa aku kesakitan ketika pipis?” tanya Ahmad heran. Ibunya kemudian memeriksa alat kelamin Ahmad. Dia mengaduh kesakitan ketika Ibunya memegang alat kelaminnya. “Nanti kita periksa ke dokter Heri. Biar cepat sembuh, ya” kata Bu Marni menenangkan Ahmad. Bu Marni mengambil selembar kertas. Dia menulis surat ijin tidak masuk sekolah untuk Ahmad karena sakit kepada wali kelasnya. Surat itu dititipkan ke Doni, tetangganya yang sekelas dengan Ahmad di kelas II SD Tunas Bangsa. Setelah Ahmad mandi, keluarga Pak Joko sarapan bersama. Sehabis menyantap sarapan menu nasi goreng, ibu mengantar Ahmad ke klinik dokter Heri. Klinik Sehat Medika tidak jauh dari rumah mereka, sehingga cukup menaiki sepeda sudah tiba di tempat praktek dokter Heri. Badan menjadi sehat karena berolahraga, sekaligus menghemat bensin sepeda motor, dan mengurangi polusi udara. Pagi itu pasien yang berobat ke dokter Heri cukup banyak. Ada yang seusia dengan Ahmad, ada juga pasien yang berusia lanjut. Terdapat pasien yang mengeluh sakit batuk, pilek, hingga diare. Mereka mengantri menunggu giliran diperiksa dokter Heri yang membuka klinik di dekat dengan pintu masuk perumahan Alam Damai. Sehingga tamu yang akan masuk ke perumahan yang banyak tamannya ini, bisa melihat langsung klinik Sehat Medika. Pasien dipanggil namanya untuk diperiksa sesuai urutan kehadiran. Ahmad mendapat nomor antrian tujuh. Tak lama kemudian, perawat memanggil namanya. Ahmad masuk ke ruang periksa ditemani Ibunya. Ruang periksa sungguh bersih, terdapat kasur periksa dan lemari kaca penyimpan obat. Dokter Heri tersenyum ketika melihat Ahmad datang ke ruang periksa. “Silahkan duduk. Ahmad sakit apa?” sapa dokter Heri ramah. “Tadi pagi saat pipis, terasa sakit” kata Ahmad. Dokter Heri memeriksa dengan teliti. Menanyakan apa lagi yang dikeluhkan Ahmad. Dokter Heri memeriksa alat kelaminnya. “Ahmad ingin sembuh?” tanya pak dokter. “Ya mau, dok. Biar bisa main bola dan main layang-layang dengan teman-teman,” jawab Ahmad. “Kalau ingin sembuh, Ahmad mau disunat?” ucap pak dokter. Ahmad bingung harus menjawab apa. Dia hanya memandang wajah ibunya. Dia tidak menyangka dirinya akan disunat, padahal masih berusia delapan tahun. Dia masih kelas II SD. Teman sekelasnya belum ada yang disunat. Biasanya anak laki-laki di daerahnya disunat ketika kelas V-VI SD. Tetangganya yang sudah kelas V SD banyak yang sudah disunat. Tapi dia merasa takut disunat. “Dok apa tidak obat selain disunat bila kencing terasa sakit?” tanyanya penuh kebimbangan. Dokter Heri menjawab pertanyaan Ahmad dengan bijak. Dia mengutip kisah teladan nabi Ibrahim yang menjaga kesehatan alat kelamin dengan cara dikhitan. “Allah memerintahkan nabi Ibrahim agar dikhitan ketika beliau konon berusia 90 tahun. Perintah khitan ditujukan untuk anak Islam agar tubuhnya sehat terhindar dari penyakit kelamin. Tidak ada sisa air kencing yang bersarang di alat kelamin. Kalau ada sisa air kencing, bisa menyebabkan sakit kelamin,” kata pak dokter. Islam mencintai kebersihan. Jika umat Islam hendak sholat diwajibkan wudhu dulu. Sehabis buang air kecil dan besar harus dibersihkan sehingga tidak ada najis. Najis yang menempel di tubuh menjadi penyebab tidak sah bila melakukan ibadah salat dan mengaji Al Quran. Ahmad memandang wajah ibunya. “Ibu, bagaimana enaknya?” tanya Ahmad. “Kita pulang dulu, tanya Ayah. Apa Ayah punya uang atau tidak?” kata ibunya. Dokter Heri menambahkan, biasanya kalau anak mau khitan, ada orang tua yang bertanya perihal hari baik kepada kakeknya. “Lakukan musyawarah dulu. Kapan sebaiknya Ahmad dikhitan. Kalau jadi khitan, minimal dua hari sebelumnya sudah membuat jadwal dengan perawat yang ada di ruang tunggu. Waktu khitan bisa pagi seusai salat subuh atau malam seusai pasien terakhir pulang. Sekitar pukul 21.30 biasanya pasien sudah pulang,” kata pak dokter. xxxxxx Seusai makan malam, keluarga pak Joko berkumpul di ruang tengah. Mereka melakukan musyawarah membahas Ahmad minta disunat. “Ayah, tadi pagi Ahmad mengeluh sakit saat pipis. Kemudian setelah diperiksa dokter Heri, Ahmad disarankan dikhitan saja,” kata ibu membuka musyawarah keluarga kecil itu. “Ahmad, sejak kapan terasa sakit saat pipis,” tanya Ayah. Ahmad menjawab sejak tadi pagi kalau pipis terasa sakit. “Ahmad, apakah kamu berani disunat sekarang?” tanya pak Joko. “Aslinya takut. Kata teman-teman sunat itu menyakitkan,” jawab Ahmad. Ayahnya membantah kalau khitan itu sakit. “Siapa bilang khitan itu sakit. Ayah dulu dikhitan saat kelas TK B. Penyebabnya alat kemaluan ayah waktu itu terjepit resleting celana. Ayah menangis gara-gara kemaluan terjepit resleting celana. Akhirnya ayah diantar nenek dibawa ke dokter. Setelah diperiksa, dokter menyatakan ayah harus dikhitan,” ucap ayah. Ahmad kaget mendengar cerita ayahnya yang dikhitan ketika itu masih murid kelas TK B. “Wah, ayah pemberani dong. Berani dikhitan saat masih TK B,” kata Ahmad. Ayah kemudian melanjutkan ceritanya. Setelah berunding dengan nenek, dokter langsung mengkhitan ayah. “Ayah menurut, mau dikhitan meski waktu itu berusia enam tahun. Tidak memikirkan takut, yang penting kemaluan ayah tidak terjepit resleting celana,” ujar ayah. Tidak sakit kok waktu dikhitan. Dulu ayah disuntik empat kali memasukkan obat bius ke kemaluan. Setelah obat bius masuk, baru ujung kemaluan ayah digunting, kemudian dijahit pakai benang khusus. Selanjutnya kemaluan ayah diperban. Ketika pulang ke rumah, tetangga banyak yang memberi ayah uang. Setelah dihitung kakek, uangnya cukup untuk membeli sepeda baru. “Jadi mau ya sunat sekarang. Nanti uang Ahmad menjadi banyak dari pemberian tetangga dan saudara,” kata Ayah. Ayah kemudian mengambil tablet yang berada di atas meja belajar. Ayah menyalakan tablet dan mengaktifkan internet. Setelah tersambung dengan internet, Ayah mengetik metode khitan di mesin pencari google. Tidak lama kemudian muncul beberapa situs yang menjelaskan metode khitan. Ayah membuka situs Salimah yang menjelaskan beberapa macam khitan. Ahmad dan ayah membaca berbagai metode khitan mulai cara tradisional, konvensional, klamp, hingga laser. “Sekarang sudah ada metode khitan laser dan klamp yang sedikit rasa sakitnya. Nah, Ahmad memilih metode khitan yang mana? Apa khitan konvensional seperti ayah dulu atau laser? ” tanya Pak Joko. Ahmad melihat gambar alat yang digunakan untuk khitan dan membaca sekilas keterangan metode khitan. “Ahmad masih bingung metode sunat laser. Apa menggunakan sinar laser seperti pistol mainan yang muncul sinar laser,” ucap Ahmad. “Tidak menggunakan sinar laser seperti yang digunakan untuk menghiasi langit saat pesta tahun baru, tapi ujung kawat yang dipanasi mengeluarkan warna merah persis sinar laser bila dilihat dari kejauhan. Ujung kawat yang dipanaskan itu yang digunakan untuk memotong kulit ujung kemaluan. Rasa sakitnya sedikit dan tidak ada pendarahan,” kata ayah. “Kalau begitu Ahmad memilih khitan laser saja,” ucap Ahmad. Ibu yang mendengar ucapan anak semata wayangnya itu dengan gembira. “Kapan Ahmad disunat?” tanya ibu. “Ahmad ingin segera disunat biar bisa bermain bola dengan teman-teman. Bagaimana kalau Senin saja Ahmad disunat,” ungkap Ahmad. Ayah dan ibu merasa gembira, anak semata wayangnya mau dikhitan. Ayah langsung mengambil telepon genggam untuk menghubungi perawat jaga di klinik Sehat Medika, menyampaikan Ahmad minta disunat Senin malam. **** Kholied Mawardi, pengajar di MI/MTs Miftahul Ulum Kemlagi Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Juga menjadi guru muatan lokal karya tulis di MA Unggulan Darul Falah Jerukmacan, Desa Sawo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Ayah seorang anak ini, merupakan Alumnus Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada tahun 2007. Selain menjadi pengajar, pria kelahiran Banyuwangi ini ingin menularkan virus mencintai kegiatan literasi masuk madrasah dan pesantren. Sebelum menjadi pengajar di daerah dekat perbatasan Lamongan dan Jombang, penulis pernah menjadi kuli tinta di harian Surabaya Pagi, tabloid Edukasi, media on line Radio Suara Surabaya: www.suarasurabaya.net , dan Kantor Berita Antara biro Jatim: www.antarajatim.com. Kini penulis tinggal di dekat areal sawah tebu di Ngogri Mojokerto. Hamparan hijau batang tebu membuat pikiran segar serta mudah menuangkan goresan hati. Alamat email : ardhimawardi@gmail.com Alamat facebook : www.facebook.com/kholiedmawardi Alamat twitter : twitter.com@kholiedmawardi Alamat Blogspot :www.ardhijournalist.blogspot.com , www.goresanpenanyakholied.blogspot.com

Saturday 21 March 2015

MENDUNG


Setangkup mendung menggelayut manja menutupi pandangan mata. Matahari masih malu menampakkan diri menghilang sejenak menunggu rintik rinai hujan membasahi Mendung seperti hatiku merana tanpa dirimu pergi menghilang tak ada kabar Mendung Ingin berselimutkan tubuhmu di pagi dingin ini Mojokerto, 19 Maret 2015